Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai Agama Islam
A.
Latar Belakang Masalah
Globalisasi adalah
salah satu kata yang tidak asing lagi bagi kita dan banyak dibicarakan dengan
pemahaman makna yang beragam. Dan globalisai memang telah merubah pola pikir dan kebiasaan manusia.
Dunia dipandang sebagai satu kesatuan dimana semua manusia di muka bumi ini
terhubung satu sama lain dalam jaring-jaring kepentingan yang amat luas.
Masyarakat yang dulunya tradisional berubah menjadi masyarakat yang modern.
Globalisasi merupakan suatu pandangan masyarakat global yang merujuk pada
perkembangan tatanan kehidupan, mulai dari perkembagan sektor perekonomian,
perdagangan dan teknologi informasi. Namun, perkembangan itu tidak selalu
merujuk pada hal-hal positif saja, banyak dampak-dampak negatif globalisasi di rasakan masyarakat.
Globalisasi yang cenderung ke arah westernisasi yang bersumber dari
masyarakat Barat, yang
akan mempengaruhi masyarakat akan berpola
hidup ke barat-baratan ketika terkena arus globalisasi. Begitu
juga dengan nila-nilai agama yang telah tercipta akan terpengaruh dengan pola
pikir barat. Dunia globalisasi dapat dikatakan
cenderung pula pada dunia yang tak
mengenal moral, sekularisasi dan merupakan bentuk hegemoni barat terhadap
Negara berkembang. Sekarang Di Indonesia sendiri yang merupakan Negara
mayoritas beragama islam telah terkena pengaruh barat. Nila-nilai dari ajaran
agama Islam telah banyak yang luntur, karena globalisasi bersifat sekularistik,
materialistik dan liberal serta tidak mengenal moral karena
selalu menjunjung pada kebebasan berpendapat dan melekukan sesuatu sesuai hak
asasinya. Umat islam diberbagai
penjuru merasakan sebuah ketidakadilan, terutama dimana mereka hidup sebagai
minoritas di Negara-negara non-muslim. Oleh karena itu umat islam
harus waspada untuk menghadapi globalisasi.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Islam dan
tindakan Islam terhadap globalisasi yang bersifat imperialisme dan telah mengubah dan mempengaruhi nila-nilai dan
pola pikir agama Isalm itu sendiri?
A.
Bahaya Globlalisasi Yang Bersifat Modernisme dan
Posmodernisme Terhadap Islam
Globalisasi selalu
dihubungkan dengan modernisasi dan modernism. Para pakar budaya mengatakan
bahwa ciri khas modernisasi dan manusia modern itu adalah tingkat berfikir,
iptek, dan sikapnya terhadap penggunaan waktu dan penghargaan terhadap karya
manusia[1]. Globalisasi di
ikuti dengan perubahan sosial yang
mengalir dari tingkat pemikiran yang tinggi ke tingkat pemikiran yang lebih
rendah. Globalisasi bertujuan mengubah pemikiran masyarakat yang tradisional
menuju masyarakat modern. Atau disebut
modernisasi. Modernisasi merupakan perubahan sosial yang terjadi
secara sengaja atau di buat manusia. Modernisme adalah suatu proses
untuk menjadikan sesuatu itu modern. Modern secara bahasa berarti “baru”, “kekinian”, “up to date”atau semacamnya. Istilah Modern juga bisa
dikaitkan dengan karateristik. Oleh karena itu, istilah modern bisa diterapkan
untuk manusia dan juga lainnya, seperti dari konsep bangsa, system politik ,
ekonomi, Negara, kota, lembaga, sampai pada perilaku sifat dan hampir apa saja.[2]
Istilah postmodern merupakan
kelanjutan dari “modern ”. Kata ini bersal dari ‘post’ dan
‘modern’,dimana kata post berarti
“waktu berikutnya” atau sama dengan pasca-modern[3].
Dan postmodern tidak lepas dari pembicaraan modernism.
Salah satu ciri
posmodernisme, bahwa posmodernisme bersamaan dengan era media, dalam banyak
cara yang bersifat mendasar, media adalah dinamika sentral. Sifat media yang
sentral dapat diterima dengan luas dan cepat, contohnya televisi, dan internet. Yang
dimana dengan adanya telivisiataupun internet ini apabila ada issu-issu terbaru dunia atau
semacamya akan begitu cepat tersebar didunia.
Situasi dan kondisi kehidupan manusia, hubungan antar
bangsa(internasional, global) di berbagai bidang, yakni politik, ekonomi, sosial
budaya dan hankam, yang kita persaksikan dewasa ini, yang dinamakan dunia maju atau modern, pada hakikatnya
dalah hasil perkembangan dan pengaruh, bahkan persaingan dan pertarungan antar
isme-isme dan berbagai pandangan hidup yang disebutkan terdahulu[4].
Jadi adalah benar jika dikatakan bahwa nilai-nilai serta
pandangan-pandangan hidup itu sangat erat hubungannya, bahkan sangat
mempengaruhi keberadaan moral, adab, akhlak, dan perilaku manusia. Tetapi
karena nilai-nilai dan pandangan hidup itu tidak sama, maka pancarannya dan
pengalamannya dalam bentuk perilaku hidup pun menjadi tidak sama. Dalam
ketidaksamaan itu berlangsung pula proses persaingan dan berlomba untuk mempengaruhi
pola piker dan perilaku hidup manusia penghuni bumi ini. Pengaruhnya sangat
besar pada kehidupan manusia baik sifatnya jasmaniah maupun rohaniah(fisik, dan
mental, materiil dan spiritual)[5].
Sehingga Modernism yang cenderung
bersifat westernisasi akan sangat berdampak negatif bagi umat Islam yang mudah terpengaruh belum kuat imanya. Seperti pengaruhnya dalam hal
budaya atau norma-norma agama karena Kultur
orang barat berbeda dengan orang Islam, mereka minum alkohol, pergi ke diskotik, mempunyai hubungan diluar nikah dan
lain sebagainya. Bagi muslim yang tidak
menerima sistem kelas asli, meraka akan cenderung menirunya, faktor pendidikan dan
berkembangnya pemikiran/ pandangan seperti pada perubahan pandangan akan
mencuci otak pikiran mereka hingga mereka menerima kebiasaan-kebiasaan orang
barat dan menjadikannya hal biasa.
Ciri yang lain wilayah kota merupakan sentral bagi posmodernisme. Kota adalah tempat dimana
setiap individu dengan leluasa berkembang, namun kota kadangkala menindas
dengan penciptaan lingkunagan sosialnya yang bersifat keras, individual. Kekerasan di kota melahirkan kehidupan tanpa keadilan,
kehidupan individualistik, kehidupan yang dipenuhi dengan kesibukan dimana
harta dan teknologi telah menjadi Tuhan mereka, kehidupan yang serba maju
sehingga tanpa uang semuanya sulit untuk berjalan, hal ini akan menciptakan
suatu ketidak harmonisan bagi individu, tingkat perceraian yang tinggi,
alkoholisme dan panyalahgunaan obat dll.
Dampak globalisme yang
berupa sekularisasi Nampak sekali di Barat, dengan kecanggihan teknologi dan
ilmu pengetahuan seolah manjadi agama baru, sehingga banyak diatara mereka
memperTuhan-kanya. Karena modernism, posmodernisme menekankan pada kemajuan.
Dari buku yang penulis
baca, dapat dinyatakan bahwa tantangan yang dihadapi oleh dunia muslim di era
globalisasi ada dua hal, yakni ynag
bersifat subyektif dan yang bersifat obyektif [6].
Yang bersifat subyektif berasal dari perasaan terasing yang sedemikain mendalam
terhadap kebudayaan sendiri, sebagai akibat dominasi budaya barat yang
berlangsung sedemikian lama. Perasaan terasing ini nampak jelas dalam rasa rendah diri, dalam sikap agresif
terhadap orang lain, dan dalam sukarnya mencari kesepakatan untuk bertindak.
Sedangkan masalah obyektif disebabkan oleh banyaknya kaum elit berpendidikan
barat yang berkuasa di Negara kita untuk menjalankan dan mengandalkan
lembaga-lembaga budaya warisan barat. Kelompok ini telah dididik jauh untuk
melaksanakan tugas-tugas atau tujuan tertentu, dan mereka memiliki ketrampilan yang
memadai dan memanipulasi lembaga-lembaga imperial agar bekerja sesuai dengan
kehendak penjajah. Imperialism budaya barat telah berhasil mempengaruhi dan
menggerogoti keyakinan, nilai-nilai, sikap dan etika.
Globalisasi selalu digembar
gemborkan oleh para aktornya sebagai sesuatu yang menguntungkan karena
menghasilkan kemakmuran dunia dan hanya menguntungkan negara-negara industri
kaya. Sementara hanya sedikit negara berkembang yang mendapatkan manfaat
globalisasi. Bagi umat Islam,
globalisasi memang sangat berbahaya. Sebab umat Islam tidak hanya merasakan
bahayanya dari sudut ekonomi, seperti kemiskinan, namun juga bahayanya secara
ideologi, yakni terancamnya orisinalitas ajaran Islam.
Di Indonesia sendiri
sekarang telah terkena pengaruh westernisasi, seks bebas terjadi dimana-mana,
hal ini akan merusak citra nilai agama, dan Negara Indonesia yang mayoritas
penduduknya beragama Islam.
B.
Islam di Tengah Kehidupan Modern
Para pakar barat meyatakan
secara terbuka bahwa tujuan dari segala usaha mereka dalam bidang apapun bukan
untuk membuat sains selaras dengan agama. Di saat sains telah berkembang nilai
agama selalu diabaikan dan dianggap tidak penting. Mereka memisahkan urusan
antara agama dan Negara, karena dianggap urusan agama merupakan hal yang
sakral. Hal ini disebut dengan sekularisasi, dengan adanya sekularisasi inilah lambat laun nilai-nilai agama akan pudar. Banyak pakar muslim ketika mereka berpidato
tentang Islam di masjid-masjid dan ketika mereka bertemu dengan pakar muslim
yang lain mereka merasa seperti sendrian, tetapi ketika mereka sudah berada di
laboratorium atau konferensi ilmiah mereka akan menggunakan topeng ideologi barat,
bahkan dengan sukarela menjadi pengawal setianya, dan sedikit sekali
ungkapan-ungkapan yang melukiskan keyakinan agamanya.
Fenomena diatas tadi
menggambarkan bahwa pengaruh barat seolah telah menjajah dan mempengaruhi pola pikir,
terutama sangat berpengaruh pada tatanan masyarakat dan agama. Sebagai sutau
bentuk imperialism, globalisasi merupakan upaya untuk memodernisasikan masyarakat
dan hidup layak dalam dunia modern, contohnya: mereka yang menyelanggarakan
berbagai urusan di dunia muslim enggan melibatkan para ulama supaya membantu
kegiatan mereka, dan lebih senang meminta para pakar sosial modern yang ahli dalam sains sosial barat. Dan akhirnya, yang mereka lakukan adalah
menyesuaikan lembaga-lembaga sosial mereka dengan ideologi barat.
Para pakar sosial barat dapat dikatakan sepenuhnya mengabaikan masalah
yang terjadi di dunia muslim. Barat selalu berpendapat bahwa modernisasi selalu
ditandai oleh konsumsi energi perkapita yang selalau meningkat, adanya sebuah keluarga
kecil, atau semakin menurunya kepatuhan terhadap agama ataupun norma-norma. Sains
barat memiliki asumsi, konsepsi
dan teori-teori tersendiri yang sangat mungkin tidak sesuai dengan keadaan yang
berlangsung di berbagai bagian dunia Islam dan dunia ketiga.
C. Usaha Muslim Menghadapi Globalisasi
Dari bahaya-bahaya dan ancaman
globalisasi yang telah dijelaskan diatas, disini agama memberi sumbangan
terhadap bahaya Globalisasi yang akan selalu mengerggoti, mengeksploitasi dan
terlebih menjajah negara berkembang, khususnya agama Islam. Diam dan menghindar bukanlah hal yang akan
menyelasaikan, namun dengan potensi,
keyakinan visi tantang keselarasan yang harus dilakukan. Dengan memberi landasan dan tidak
mengabaikan agama (Islam) tanpa harus menghilangkan secara radikal
nilai-nilai budaya, agama mempunyai peran besar dalam membangun Sumber Daya Manusia yang berkualitas tanpa
harus selalu bergantung pada pola kehidupan Barat dan berperan dalam membangun
moral yang baik.
Usaha-usaha yang keras menghadapi
globalisasi harus dikerjakan oleh pemikir muslim. Pendidikan merupakan salah
satu bentuk terwujudnya human capital harus didesain sedemikian rupa sekiranya
mampu mencetak SDM yang tetap kukuh
keimanan dan ketaqwaannya, siap berlaga dan sukses di era globalisasi[7].
Organisasi-organisasi Islam hendaknya
diisi dua hal yaitu, disamping pembinaan keimanan dan ketaqwaan juga perlu
mendapatkanperhatian untuk diisi peningkatan skill, produktivitas, komunikasi
yang berkaitan dengan kemajuan ekonomi, kemajuan dan perkembangan IPTEK, serta
masalah sosial, hukum budaya, politik dan lainya. Untuk menghasilakn SDM yang
berkualitas, setiap individu harus memiliki landasan dan kemampuan yang
meliputi perilaku, kerja keras disiplin, tanggung jawab dapat dipercaya dan
sejenisnya dengan berpedoman pada ajaran Al-Qur’an dan Hadit’s[8].
[1]
M. Solly Lubis.1997. Umat Islam Dalam Globalisasui. Jakarta: Gema Insani
Press. Hlm33.
[2]
Azizzy Qodri. 2003. Melawan Globalisasi,
reinterpretasi Ajaran Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm 5-6
[3]
Ibid. hlm 10
[4]
M. Solly Lubis.1997. Umat Islam Dalam Globalisasui. Jakarta: Gema Insani
Press. Hlm34
[5]
Ibid. hlm 35
[6] Syah Idris
Ja’far, Ahmad Farid (ed). Perspektif Muslim Tentang Perubahan Sosial. Terjemahan, oleh A.nasir Budiman.
Bandung. 1988. Hlm 146
[7]
Azizzy Qodri. 2003. Melawan Globalisasi, reinterpretasi ajaran
Islam. Yogyakarta: pustaka Pelajar. Hlm 121
[8]
Ibid, hlm 122
Tidak ada komentar:
Posting Komentar